Senin, Juni 01, 2009

Kafe


Sudah 20 menit rasanya saya menunggu datangnya teman yang tak kunjung datang tanpa alasan.  Menunggu, membuatku duduk termenung sendiri di meja paling pojok mencoba mengasingkan diri dari dunia. Asap tebal mengepul dari hasil nikotin yang kuhisap sesaat lalu, abunya sudah sedikit mengotori taplak indah yang menghiasi meja kafe walaupun tersedia asbak tampaknya abu - abu roko tidak mau terkekang di dalam asbak karena angin memaksanya untuk keluar.    Beberapa saat menatap ke arah langit, menghitung bintang yang sepertinya ditebarkan secara tak teratur.  Ah, apalah arti taplak indah dan bintang ini, semuanya hanya latar belakang. Tidak beresensi, tidak ada artinya, toh esensi datangnya saya kesini untuk bertemu teman.  Selama teman saya belum datang, masih di dalam perjalanan terjebak macet, bannya kempes, sedang ditilang polisi, dan lain lain dan lain lain jadi tidak ada artinya bintang bertebaran di atas dan taplak indah ini tersulam rapi di atas meja.  Meja, taplak, bintang, diriku..? Tampak saling melengkapi, padahal tidak berhubungan sama sekali.. Rasanya semuanya hanya tersimpan di situ untuk menjadi latar belakang yang indah dan dinikmati tanpa mengerti esensi asli darinya.  Memangnya kursi ini untuk duduk ? Memangnya taplak ini untuk menghiasi meja agar tidak ternoda ? Memangnya bintang di langit untuk dihitung jumlahnya sewaktu bosan ? Haha.. Memang tidak ada kebenaran yang mutlak atas segalanya.


Datang seorang perempuan dari sudut luar ruangan, membawa roti bakar dan kopi pesananku.  Ditaruhnya roti bakar dan kopi di atas taplak meja dengan rapi, kemudian dia pergi untuk melayani tamu di meja lain.  Hmm.. apakah kopi dan roti bakar ini nyata..? Atau hanya pikiranku saja yang membuat kopi dan roti bakar ini nyata..? Pikiran yang membuat segalanya menjadi nyata.  Yah, biarkanlah pikiran ini membuat roti bakar menjadi manis dan kopi menjadi pahit walaupun mungkin yang kumakan ini adalah rumput hambar yang melayang - layang di udara.

Kembali ku menghisap nikotin sambil menyeruput kopi panas untuk meredakan dinginnya angin malam.  Kopi panas di malam dingin, kembali menjebak pikiran ini.  Seharusnya aku tidak terjebak dengan memesan kopi panas karena dinginnya malam, karena hanya akan membuatku lebih membuai pikiranku terhadap dunia.  Pikiran ini seharunsnya melayang bebas, tidak terikat apapun.. Tidak terikat masa lalu, tidak terikat masa depan.. Berfikir sebebas - bebasnya, mencoba mendekati kebenaran seutuhnya untuk segelanya dengan pikiran saat ini. 

Aku tersentak, karena mendengar namaku dipanggil. 

"Oi ril.. Sori telat.. Udah pesen ya ? " temanku, mencoba mangalihkan pembicaraan kenapa dia telat dengan membuat sebuah pertanyaan di akhir kalimat.
"Udah.. Roti bakar ama kopi panas.." aku memperlihatkan roti bakar dan kopi yang tinggal setengah.
"Gw udah pesan juga, pasta ama jus jeruk.. Lagi mikir apa lu..? Asik betul, macam plato saja kulihata tampangmu.."

Haha.. Plato..? Bukan.. Bukan Plato.. Nietzhe...

0 komentar:

  © Blogger template ProBlogger Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP